FAEDAH JAYA

DISTRIBUTOR PERTANIAN

DISTRIBUTOR PULSA

DISTRIBUTOR KOMPUTER

FREE WEB PROXY

Kamis, 24 Januari 2013

CARA BERTANAM KENTANG


PENDAHULUAN
Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan sumber utama karbohidrat, sehingga menjadi komoditi penting. PT. NATURAL NUSANTARA berupaya meningkatkan produksi kentang nasional secara kuantitas, kualitas dan tetap berdasarkan kelestarian lingkungan (Aspek 3K).

SYARAT PERTUMBUHAN
2.1. Iklim
Curah hujan rata-rata 1500 mm/tahun, lama penyinaran 9-10 jam/hari, suhu optimal 18-21 °C, kelembaban 80-90% dan ketinggian antara 1.000-3.000 m dpl.

2.2. Media Tanam
Struktur remah, gembur, banyak mengandung bahan organik, berdrainase baik dan memiliki lapisan olah yang dalam dan pH antara 5,8-7,0.

PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
3.1. Pembibitan
- Umbi bibit berasal dari umbi produksi berbobot 30-50 gram, umur 150-180 hari, tidak cacat, dan varitas unggul. Pilih umbi berukuran sedang, memiliki 3-5 mata tunas dan hanya sampai generasi keempat saja. Setelah tunas + 2 cm, siap ditanam.
- Bila bibit membeli (usahakan bibit yang bersertifikat), berat antara 30-45 gram dengan 3-5 mata tunas. Penanaman dapat dilakukan tanpa/dengan pembelahan. Pemotongan umbi dilakukan menjadi 2-4 potong menurut mata tunas yang ada. Sebelum tanam umbi direndam dulu menggunakan POC NASA selama 1-3 jam (2-4 cc/lt air).

3.2. Pengolahan Media Tanam
Lahan dibajak sedalam 30-40 cm dan biarkan selama 2 minggu sebelum dibuat bedengan dengan lebar 70 cm (1 jalur tanaman)/140 cm (2 jalur tanaman), tinggi 30 cm dan buat saluran pembuangan air sedalam 50 cm dan lebar 50 cm.
Natural Glio yang sudah terlebih dahulu dikembangbiakkan dalam pupuk kandang + 1 minggu, ditebarkan merata pada bedengan (dosis : 1-2 kemasan Natural Glio dicampur 50-100 kg pupuk kandang/1000 m2).

3.3. Teknik Penanaman
3.3.1. Pemupukan Dasar
a. Pupuk anorganik berupa urea (200 kg/ha), SP 36 (200 kg/ha), dan KCl (75 kg/ha).
b. Siramkan pupuk POC NASA yang telah dicampur air secukupnya secara merata di atas bedengan, dosis 1-2 botol/ 1000 m². Hasil akan lebih bagus jika menggunakan SUPER NASA dengan cara :
alternatif 1 : 1 botol Super Nasa diencerkan dalam 3 liter air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram bedengan.
alternatif 2 : setiap 1 gembor vol 10 lt diberi 1 peres sendok makan Super Nasa untuk menyiram 10 meter bedengan.
Penyiraman POC NASA / SUPER NASA dilakukan sebelum pemberian pupuk kandang.
c. Berikan pupuk kandang 5-6 ton/ha (dicampur pada tanah bedengan atau diberikan pada lubang tanam) satu minggu sebelum tanam,

3.3.2. Cara Penanaman
Jarak tanaman tergantung varietas, 80 cm x 40 cm atau 70 x 30 cm dengan kebutuhan bibit + 1.300-1.700 kg/ha (bobot umbi 30-45 gr). Waktu tanam diakhir musim hujan (April-Juni).

3.4. Pemeliharaan Tanaman
3.4.1. Penyulaman
Penyulaman untuk mengganti tanaman yang tidak tumbuh/tumbuhnya jelek dilakukan 15 hari semenjak tumbuh.

3.4.2. Penyiangan
Penyiangan dilakukan minimal dua kali selama masa penanaman 2-3 hari sebelum/bersamaan dengan pemupukan susulan dan penggemburan.

3.4.3. Pemangkasan Bunga
Pada varietas kentang yang berbunga sebaiknya dipangkas untuk mencegah terganggunya proses pembentukan umbi, karena terjadi perebutan unsur hara.

3.4.4. Pemupukan Susulan
a. Pupuk Makro
Urea/ZA: 21 hari setelah tanam (hst) 300 kg/ha dan 45 hst 150 kg/ha.
SP-36: 21 hst 250 kg/ha.
KCl: 21 hst 150 kg/ha dan 45 hst 75 kg/ha.
Pupuk makro diberikan jarak 10 cm dari batang tanaman.
b. POC NASA: mulai umur 1 minggu s/d 10 atau 11 minggu.
Alternatif I : 8-10 kali (interval 1 minggu sekali dengan dosis 4 tutup/tangki atau 1 botol (500 cc)/ drum 200 lt air.
Alternatif II : 5 - 6 kali (interval 2 mingu sekali dengan dosis 6 tutup/tangki atau 1,5 botol (750 cc)/ drum 200 lt air.
c. HORMONIK : penyemprotan POC NASA akan lebih optimal jika dicampur HORMONIK (dosis 1-2 tutup/tangki atau + 2-3 botol/drum 200 liter air).

3.4.5. Pengairan
Pengairan 7 hari sekali secara rutin dengan di gembor, Power Sprayer atau dengan mengairi selokan sampai areal lembab (sekitar 15-20 menit).

3.5. Hama dan Penyakit
3.5.1. Hama
Ulat grayak (Spodoptera litura)
Gejala: ulat menyerang daun hingga habis daunnya. Pengendalian: (1) memangkas daun yang telah ditempeli telur; (2) penyemprotan Natural Vitura dan sanitasi lingkungan.

Kutu daun (Aphis Sp)
Gejala: kutu daun menghisap cairan dan menginfeksi tanaman, juga dapat menularkan virus. Pengendalian: memotong dan membakar daun yang terinfeksi, serta penyemprotan Pestona atau BVR.

Orong-orong (Gryllotalpa Sp)
Gejala: menyerang umbi di kebun, akar, tunas muda dan tanaman muda. Akibatnya tanaman menjadi peka terhadap infeksi bakteri. Pengendalian: Pengocoran Pestona.

Hama penggerek umbi (Phtorimae poerculella Zael)
Gejala: daun berwarna merah tua dan terlihat jalinan seperti benang berwarna kelabu yang merupakan materi pembungkus ulat. Umbi yang terserang bila dibelah, terlihat lubang-lubang karena sebagian umbi telah dimakan. Pengendalian : Pengocoran Pestona.

Hama trip ( Thrips tabaci )
Gejala: pada daun terdapat bercak-bercak berwarna putih, berubah menjadi abu-abu perak dan mengering. Serangan dimulai dari ujung-ujung daun yang masih muda. Pengendalian: (1) memangkas bagian daun yang terserang; (2) mengunakan Pestona atau BVR.

3.5.2. Penyakit
Penyakit busuk daun
Penyebab: jamur Phytopthora infestans. Gejala: timbul bercak-bercak kecil berwarna hijau kelabu dan agak basah hingga warnanya berubah menjadi coklat sampai hitam dengan bagian tepi berwarna putih yang merupakan sporangium dan daun membusuk/mati. Pengendalian: sanitasi kebun. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio pada sebelum atau awal tanam.

Penyakit layu bakteri
Penyebab: bakteri Pseudomonas solanacearum. Gejala: beberapa daun muda pada pucuk tanaman layu dan daun tua, daun bagian bawah menguning. Pengendalian: sanitasi kebun, pergiliran tanaman. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio pada sebelum atau awal tanam.

Penyakit busuk umbi
Penyebab: jamur Colleotrichum coccodes. Gejala: daun menguning dan menggulung, lalu layu dan kering. Bagian tanaman yang berada dalam tanah terdapat bercak-bercak berwarna coklat. Infeksi akan menyebabkan akar dan umbi muda busuk. Pengendalian: pergiliran tanaman , sanitasi kebun dan penggunaan bibit yang baik. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio pada sebelum atau awal tanam

Penyakit fusarium
Penyebab: jamur Fusarium sp. Gejala: busuk umbi yang menyebabkan tanaman layu. Penyakit ini juga menyerang kentang di gudang penyimpanan. Infeksi masuk melalui luka-luka yang disebabkan nematoda/faktor mekanis. Pengendalian: menghindari terjadinya luka pada saat penyiangan dan pendangiran. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio pada sebelum atau awal tanam.

Penyakit bercak kering (Early Blight)
Penyebab: jamur Alternaria solani. Jamur hidup disisa tanaman sakit dan berkembang di daerah kering. Gejala: daun berbercak kecil tersebar tidak teratur, warna coklat tua, meluas ke daun muda. Permukaan kulit umbi berbercak gelap tidak beraturan, kering, berkerut dan keras. Pengendalian: pergiliran tanaman. Pencegahan : Natural Glio sebelum/awal tanam

Penyakit karena virus
Virus yang menyerang adalah: (1) Potato Leaf Roll Virus (PLRV) menyebabkan daun menggulung; (2) Potato Virus X (PVX) menyebabkan mosaik laten pada daun; (3) Potato Virus Y (PVY) menyebabkan mosaik atau nekrosis lokal; (4) Potato Virus A (PVA) menyebabkan mosaik lunak; (5) Potato Virus M (PVM) menyebabkan mosaik menggulung; (6) Potato Virus S (PVS) menyebabkan mosaik lemas. Gejala: akibat serangan, tanaman tumbuh kerdil, lurus dan pucat dengan umbi kecil-kecil/tidak menghasilkan sama sekali; daun menguning dan jaringan mati. Penyebaran virus dilakukan oleh peralatan pertanian, kutu daun Aphis spiraecola, A. gossypii dan Myzus persicae, kumbang Epilachna dan Coccinella dan nematoda. Pengendalian: tidak ada pestisida untuk mengendalikan virus, pencegahan dan pengendalian dilakukan dengan menanam bibit bebas virus, membersihkan peralatan, memangkas dan membakar tanaman sakit, mengendalikan vektor dengan Pestona atau BVR dan melakukan pergiliran tanaman.

Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.

3.6. Panen
Umur panen pada tanaman kentang berkisar antara 90-180 hari, tergantung varietas tanaman. Secara fisik tanaman kentang sudah dapat dipanen jika daunnya telah berwarna kekuning-kuningan yang bukan disebabkan serangan penyakit; batang tanaman telah berwarna kekuningan (agak mengering) dan kulit umbi akan lekat sekali dengan daging umbi, kulit tidak cepat mengelupas bila digosok dengan jari.

Referensi : http://teknis-budidaya.blogspot.com

CARA BERTANAM APEL


PENDAHULUAN
Apel telah diketahui sebagai buah ajaib yang mampu mencegah dan menyembuhkan berbagai penyakit. Apel yang dihasilkan dari penerapan pertanian organik, memiliki khasiat jauh lebih baik dari pada yang non organik. Apel yang dihasilkan dari proses non organik mengandung berbagai bahan kimia yang bersifat racun bagi manusia. Apel organik untuk menjaga kesehatan dan apel non organik dapat membahayakan kesehatan.
 Apel Batu sudah lama dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia, bahkan Kota Batu dikenal banyak orang karena Apel yang dihasilkan. Petani apel Kota Batu pernah mengalami masa jaya yaitu sekitar tahun 1980 hingga menjelang Reformasi Keadaan ini dapat dicapai karena tanaman apel masih sangat baik kondisinya dan umumnya berumur 10 tahunan, lingkungan sangat mendukung dan harga sarana produksi (terutama pupuk dan pestisida) masih rendah.

Seiring perjalanan waktu, cara budidaya yang diterapkan semakin mengutamakan input luar yang makin tinggi. Demikian pula penggunaan pestisida terus mengalami peningkatan. Dampak negatif penggunaan pupuk an organik dan pestisida khususnya yang sistemik sama sekali belum diperhitungkan.
Lingkungan (ekosistem) pendukung mengalami penurunan akibat pembangunan yang mengabaikan kelestarian lingkungan. Penurunan kualitas sumber daya alam dan penerapan praktek budidaya yang buruk menyebabkan makin merosotnya kualitas dan kuantitas hasil dan bahkan banyak tanaman apel yang merana dan kemudian mati atau dibongkar.
Dalam keadaan demikian, beberapa petani mengalami kebingungan, sehingga justru tidak mampu mempertahankan tanaman apelnya. Kehadiran kegiatan SLPHT Apel seolah menjadi sumber pencerahan ditengah kebinmgungan. Penerapan PHT pada kenyataannya terbukti mampu menumbuhkan kembali semangat berusahatani apel.  Hal ini terbukti dengan masih berlanjutnya pertemuan SLPHT yang saat ini sudah hampir setahun.
Model sekolah lapang dengan keragaman materi yang tinggi memberi daya tarik tersendiri bagi petani karena sesuai dengan kebutuhan petani. SLPHT telah mampu merubah cara pandang petani dari cara budidaya sesuai kehendak petani menjadi sesuai kebutuhan tanaman, dan dari pupuk an organik sebagai pupuk utama menjadi pupuk organik sebagai pupuk utama. Pada perkembangan selanjutnya, beberapa petani mulai lebih mengarah pada sistem pertanian organik.

BUDIDAYA APEL ORGANIK
1. Keadaan Umum Kebun Apel
Tanaman apel di Kecamatan Bumiaji pada umumnya merupakan warisan tanaman dengan jarak tanam yang tidak ideal (terlalu rapat, 1 - 1,5 m) dan sudah berumur lebih dari 20 tahun. Keadaan ini tentu tidak menguntungkan dari sisi kesehatan tanaman. Jarak tanam yang rapat menyebabkan terjadinya kompetisi yang kuat antar tanaman, serta menimbulkan kelembaban yang tinggi dalam kebun yang memicu perkembangan penyakit. Praktek budidaya yang dilakukan adalah dengan mengandalkan input luar bahan kimiawi yang tinggi sehingga membahayakan sekehatan tanaman dan lingkungan.
Berdasarkan hasil pengujian tanah yang dilaksanakn oleh Laboratorium tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya diketahui bahwa kandungan bahan organik sangat rendah yaitu hanya 0,79 %. Hal ini menunjukkan bahwa tanah tidak memliki kemampuan untuk mendukung tanaman tumbuh sehat dan menopang agroekosistem. Keadaan ini dijadikan rujukan awal terhadap labilnya keadaan agroekosistem yang ditandai dengan seringnya terjadi peledakan serangan OPT.
Dari hasil pengamatan agroekosistem awal diketahui bahwa keragaman serangga sangat rendah, bahkan musuh alami tidak ditemukan. Populasi Thrips dan Kutu Hijau meningkat dengan pesat, demikian pula dengan intensitas serangan penyakit khususnya Embun Tepung. Dalam keadaan demikian, pengamatan terhadap suhu dan kelembaban sangat diperlukan sebagai data pendukung untuk memperkirakan kemungkinan peningkatan serangan penyakit.

2. Tahapan Menuju Penerapan Pertanian Organik
Melalui pemahaman prinsip-prinsip PHT dan analisa agroekosistem, petani mengetahui bahwa keadaan tanah merupakan faktor penting untuk kesehatan tanaman dan memungkinkan adanya keseimbangan dalam agroekosistem. Terdapat 4 prinsip yang harus dapat dipahami oleh para petani Alumni SLPHT agar mampu menerapkan PHT dilahannya, yaitu Budidaya tanaman sehat, pengamatan mingguan (rutin), pelestarian musuh alami dan petani sebagai ahli PHT.
Budidaya tanaman sehat merupakan langkah awal untuk meminimalkan serangan hama dan penyakit. Dengan asumsi bahwa jika tanaman telah tumbuh dengan sehat, maka tanaman memiliki kemampuan mempertahankan diri dari serangan hama maupun penyakit.
Budidaya tanaman sehat mencakup berbagai aspek mulai dari pra tanam hingga panen. Tanaman sehat dapat diperoleh jika bibit yang digunakan sehat, di tanam pada tanah yang sehat, penerapan cara budidaya yang baik dan didukung oleh lingkungan yang sehat.
Pengamatan merupakan bagian penting dalam budidaya apel. Dengan pengamatan, dapat diketahui pertumbuhan tanaman, keberadaan serangga hama  dan musuh alaminya, intensitas serangan hama dan penyakit dan keadaan lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan tanaman, hama dan penyakit. Hasil pengamatan dianalisa dan digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yaitu tindakan yang perlu dilakukan untuk melindungi tanaman agar dapat tumbuh sehat.
Pelestarian musuh alami merupakan kegiatan yang ditujukan untuk menjaga keberadaan dan kemampuan musuh alami dalam menjalankan fungsinya yaitu sebagai pengendali alami hama dan penyakit tanaman. Keberadaan musuh alami dipengaruhi oleh ketersediaan pakan dan lingkungan hidupnya. Musuh alami pada umumnya peka terhadap penggunaan pestisida. Oleh sebab itu, penggunaan pestisida harus menjadi alternatif terakhir jika seperangkat cara pengendalian yang lain tidak mampu mengendalikan populasi maupun intensitas serangan hama dan penyakit sesuai yang diharapkan.
Sebagai pengambil keputusan dalam usaha tani maka petani alumni SLPHT diharapkan sebagai “Ahli PHT” yaitu memiliki kemandirian dalam penerapan PHT dan sebagai pemilik PHT. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pengendalian hama dan penyakit merupakan bagian integral dari seluruh tahapan proses usahatani, dan tindakan pengendalian harus dilakukan sedioni mungkin, cepat dan tepat.
Dengan pemahaman terhadap agroekosistem dan prinsip-prinsip PHT memudahkan bagi petani untuk merencanakan tahapan-tahapan menuju penerapan sistem pertanian organik. Beberapa tahapan yang telah dan akan dilaksanakan secara terus menerus adalah sebagai berikut :
a.      Peningkatan Daya Dukung Lahan.
Pemberian pupuk organis adalah untuk meningkatkan kesuburan fisik, biologis dan kimiawi tanah. Fisik tanah yang remah dan dengan rongga tanah yang cukup sangat dibutuhkan oleh akar tanaman dan baik untuk tempat hidup mikroorghanisme tanah.
Kesuburan biologis yang cukup, akan menjamin ketersediaan unsur hara bagi tanaman dan pengendalian penyakit perakaran oleh agens antagonis. Adanya kehidupan serangga pengurai dalam tanah sangat membantu dalam pelestarian musuh alami (sebagai pakan selain hama).
Kesuburan kimiawi adalah tersedianya unsur hara tanaman dalam jumlah dan jenis yang cukup sesuai pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk organik yang tepat akan menyediakan unsur hara sesuai kebutuhan tanaman baik dalam jumlah maupun jenisnya. Dosis pupuk organik yang dibutuhkan tanaman berdasarkan hasil uji tanah adalah 30 – 50 kg per pohon. Namun, sebagian besar petani masih memberikan pupuk organik dibawah 10 kg per tanaman.
b.      Perbaikan kualitas tanaman.
Kegiatan ini ditujukan untuk mengganti cabang-cabang yang sudah tua dan ada kerusakan jaringan akibat penggunaan pestisida sistemik yang berlebihan maupun oleh faktor lain. Dengan adanya cabang baru yang sehat, diharapkan akan menghasilkan buah dan daun yang lebih baik.  Pada keadaan tertentu, juga dilakukan pangkas pohon pokok (pangkas habis) pada tanaman apel yang batang pokoknya rusak akibat serangan penyakit. Kegiatan ini ternyata mampu menumbuhkan batang baru yang sehat dan lebih baik. Pada batang pohon yang mengalami kerusakan parah hingga ke akar tanaman, maka dilakukan pembongkaran untuk mencegah penularan penyakit dan untuk penjarangan pohon agar jarak tanamnya lebih baik.
c.       Perbaikan kualitas kebun.
Apel membutuhkan ketersediaan air secara terus menerus, tetapi tidak tahan terhadap genangan air (air jenuh). Dalam kondisi daya serap tanah terhadap air rendah, sangat diperlukan adanya sistem irigasi yang baik untuk menjamin ketersediaan air. Saat ini, pada salah satu kebun telah ada rancang bangun sistem irigasi tetes yang dibuatkan oleh Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Penyiangan kebun dilakukan untuk memanen hijauan sumber bahan organik sehingga tidak perlu dengan pencangkulan yang dalam maupun dengan herbisida. Sisakan sebagian gulma untuk penutup tanah, tempat hidup beberapa serangga dan mencegah erosi permukaan tanah. Penyiangan sebaiknya dilakukan dengan membabat gulma sebelum menghasilkan biji.
Untuk meningkatkan keragaman serangga dan sekaligus untuk melestarikan musuh alami dalam rangka menjaga keseimbangan agroekosistem perlu dilakukan penanaman beberapa tanaman non apel, baik sebagai penutup tanah, sumber bahan organik serta sebagai barier atau tanaman pagar.
d.      Pemanfaatan dan pelestarian musuh alami
Salah satu faktor yang menyebabkan usahatani menjadi mahal dan tidak efisien adalah tidak adanya atau sangat rendahnya populasi musuh alami. Sehingga sangat banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk menggantikan peran musuh alami dalam menekan populasi hama. Untuk memancing kehadiran seerangga dewasa musuh alami, perlu penanaman tanaman yang berbunga, namun perlu diperhitungkan kehadiran hama Thrips yang juga menyukai bunga.
Musuh alami secara umum lebih peka terhadap pestisida, oleh sebab itu dalam aplikasi pestisida (insektisida) lebih baik menggunakan yang berspektrum sempit dan jika diperlukan lakukan aplikasi spot-spot. Akan lebih baik jika menggunakan pestisida nabati dengan memanfaatkan tanaman yang ada. Pengendalian hama juga dapat dilakukan dengan cendawan entomopatogen yaitu Beauveria bassiana atau Metarhizium sp (keduanya telah dieksplorasi dari kebun apel). Untuk pengendalian penyakit digunakan bubur california (BC). Strategi penggunaan BC adalah dengan aplikasi dini berdasarkan suhu dan kelembaban serta arah angin, fase pertumbuhan tanaman dan serangan di kebun sekitar (sumber inokulum di hamparan). Hal ini perlu dilakukan karena keterlambatan aplikasi dapat mengakibatkan tidak efektifnya penggunaan BC dan belum adanya pengendali alami akibat penggunaan fungisida yang tinggi pada waktu yang lalu.
Pada tanah dengan kandungan bahan organik rendah, tanaman akan mudah terserang penyakit perakaran  atau tular tanah. Oleh sebab itu, pemberian bahan organik sebaiknya ditambahkan mikroorganisme yang mampu mengendalikan serangan penyakit dan berfungsi sebagai perombak atau pengurai yang membantu ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Mikroorganisme yang telah digunakan adalah Trichoderma sp (telah dieksplorasi dari kebun apel), Gliocladium sp dan Pseudomonas flourescens.
Kegiatan tersebut diatas, ditujukan untuk menciptakan keadaan lahan yang sehat, mampu mendukung pertumbuhan tanaman yang sehat dan ekosistem yang baik. Kegiatan budidaya lainnya tetap dilakukan sebagaimana biasa, namun dengan dasar pemikiran dan tujuan yang berbeda.
a.       Penyiangan, dilakukan untuk mengurangi kelembaban, sebagai sumber bahan organik, dan disisakan untuk tempat hidup musuh alami (refugia). Dilakukan dengan cara membabat (sabit), dihindari pencangkulan yang dalam untuk mencegah erosi permukaan tanah, penahan aliran air.
b.      Pengairan, dilakukan untuk menjaga agar air dalam keadaan tersedia bagai tanaman. Hindari cara leb-leban (penggenangan) yang dapat berpengaruh buruk terhadap perakaran. Jika diperlukan dengan cara dikocor atau sistem irigasi tetes. Sistem drainase yang baik, agar saat musim hujan air mudah mengalir.
c.       Perompesan, jangan terlalu dekat atau terlalu lama dari masa panen. Sebaiknya dilakukan ketika bakal tunas telah siap dan perlu dilakukan pemupukan sebelumnya agar tanaman memiliki cukup cadangan energi untuk pertunasan. Hindari perompesan daun dengan cara dibakar(dengan bahan kimia, misal pupuk N) karena dapat merusak jaringan kulit batang dan memudahkan pertumbuhan penyakit. Perompesan daun dilakukan secara manual (dengan tangan) dengan hati-hati dan hasil rompesan digunakan sebagai sumber bahan organik.
d.      Pemangkasan, dilakukan setelah perompesan dengan tujuan mengatur percabangan untuk dibuahkan maupun untuk mengurangi kelembaban, dan membuang sumber inokulum (penyakit) serta meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber energi (unsur hara dan sinar matahari). Dalam pemangkasan, diupayakan sepertiganya adalah untuk menghasilkan percabangan baru yang pada musim berikutnya dibuahkan. Cara pemangkasan harus tepat (dekat knop/bakal tunas jika untuk pembungaan) dan diatur sedemikian rupa agar munculnya bunga merata pada seluruh sisi pohon dengan harapan semua buah mendapat pencahayaan yang cukup.
e.       Pada tanaman yang belum menghasilkan, pemangkasan dilakukan untuk membentuk tajuk tanaman yang baik. Hasil pangkasan dapat digunakan sebagai sumber bahan organik (dicacah dan diproses) atau untuk keperluan lain. Jika sisa pangkasan banyak terdapat sumber penyakit,  maka harus segera dikeluarkan dari kebun atau dibakar.
f.       Pelengkungan cabang, dilakukan untuk menyerempakkan pertumbuhan tunas lateral sehingga pembungaan relatif seragam. Kegiatan ini dapat dilakukan jika jarak tanam memenuhi syarat. Pada jarak tanam yang rapat, cara ini tidak banyak dilakukan.
g.      Penjarangan buah, perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas buah (ukuran, penampakan). Kegiatan ini dilakukan jika buah terlalu banyak pada umur 2-3 bulan. Jumlah buah yang banyak dalam satu tunas dapat terjadi jika digunakan ZPT atau pemangkasan yang tidak tepat (banyak tunas yang tidak berbunga) sehingga buah menngumpul pada beberapa tunas saja. Penjarangan buah harus didasari keyakinan bahwa pengurangan jumlah buah tidak akan berpengaruh nyata pada bobot hasil. Dengan penjarangan akan dihasilkan buah yang lebih berkualitas dan memiliki harga jual lebih baik, sehingga meningkatkan pendapatan petani.
h.      Pembelongsongan buah, dilakukan 3 bulan sebelum panen pada apel manalagi. Pembelongsongan dilakukan menggunakan kertas minyak atau bekas buku telpon dengan tujuan untuk mendapatkan warna kulit buah tetap mulus dan terhindar dari serangan burung atau kelelawar.
i.        Panen, sebaiknya dilakukan pada saat buah matang secara fisiologis. Jika panen dilakukan saat buah belum siap akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman dan pembungaan pada musim berikutnya. Biasanya tanaman akan menghasilkan tunas vegetatif yang berlebihan dan pembungaan pada musim berikutnya akan kesulitan (banyak yang tidak jadi buah). Cara panen harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kerusakan tanaman dan kerusakan buah.
j.        Perlakuan khusus dilakukan dengan memberikan zat hormonal tertentu disertai beberapa nutrisi mikro yang hanya dilakukan pada saat berbunga pada musim hujan dengan tujuan mempertahankan bunga agar menjadi buah. Perlakuan ini diperlukan jika hujan cukup lebat, berlangsung lama pada siang hari dan tanaman belum sehat sepenuhnya.

Penerapan pertanian organik pada tanaman apel harus didukung oleh cara budidaya yang baik. Berikut di bawah ini beberapa perubahan cara budidaya yang diperlukan.

No
   
Aspek Budidaya
   
Tidak Organik
   
Menuju Organik
1.
   
Pemupukan
   
Untuk memenuhi kebutuhan unsur hara khususnya makro (kesuburan kimia)
Pupuk Kimia sebagai unsur utama
Sesuai rekomendasi umum
   
Untuk menjaga kesuburan fisik, biologi dan kimia tanah
Pupuk Organik sebagai unsur utama
Didasari oleh hasil pengujian tanah
2.
   
Perompesan
   
Dibakar dengan bahan kimia tertentu
   
Secara manual
3.
   
Pemangkasan
   
Diutamakan untuk tunas dan bunga muncul sebanyak-banyaknya.
Membuang cabang yang sakit (tidak menghasilkkan)
   
Untuk kesehatan tanaman dengan pengaturan cabang dan ranting agar maksimal mendapat cahaya dan ruang tumbuh, serta untuk mengurangi kelembaban
Meminimalkan inokulum awal
4.
   
Penggunaan ZPT dan pupuk daun
   
Aplikasi ZPT untuk tunas dan bunga muncul lebih banyak dan serempak.
Mencegah kerontokan bunga maupun buah
   
Untuk keserempakan munculnya bunga
5.
   
Penyiangan
   
Gulma dimatikan, lahan bersih dari gulma
   
Sisakan gulma dan dipanen untuk bahan pupuk organik
6.
   
Penyiraman
   
Tergenang (jenuh) bahkan  menggenangi leher akar atau kekurangan air
   
Tidak tergenang (tersedia) didukung oleh daya serap air oleh tanah dan sistem irigasi yang baik
7.
   
Penjarangan buah
   
Dilakukan untuk buah yang sakit
   
Untuk meningkatkan kualitas buah (jika menggunakan perangsang pembungaan).
8.
   
Pengendalian Hama dan Penyakit
   
Mengandalkan pestisida kimiawi
   
Bagian integral seluruh proses budidaya
Mengutamakan peran pengendali alami
Mengkombinasikan berbagai cara pengendalian
Pestisida kimiawi sebagai alternatif terakhir.
Mengendalikan (menekan) populasi bukan memusnahkan
9.
   
Panen
   
Panen belum saat matang fisiologis
   
Dipanen saat matang secara fisiologis

Penerapan pertanian organik, pada dasarnya tidak dapat dilakukan sekaligus dalam waktu yang singkat. Tetapi harus dalam tahapan proses yang berimbang antara kondisi tanah, tanaman, perkembangan agroekosistem, dan lingkungan. Jika penerapan pertanian organik pada tanaman apel diterapkan secara langsung (langsung tanpa menggunakan bahan an organik) akan rawan kegagalan, karena agroekosistem belum siap (unsur penyusun belum berfungsi optimal) dan ekosistem sekitar belum mampu mendukung.
Di Kelompok Tani Makmur Abadi, saat ini baru 0,2 hektar kebun
apel yang telah organik penuh, 10 ha sudah mampu mengurangi bahan an organik sampai 80 % dan sisanya sudah mampu menekan hingga 40 % penggunaan bahan an organik. Secara umum, hampir semua petani telah menggunakan pupuk organik dan bubur california untuk pengendalian penyakit. Sebagian petani telah menggunakan pupuk organik cair sejak tahun 2003, namun penggunaan pupuk organik padat baru dilakukan pada saat dan setelah petani melaksanakan SLPHT Apel.
Dibawah ini perkembangan dan perbandingan penggunaan bahan organik dan alokasi biaya produksi serta BC ratio dari sebelum tahun 2003, tahun 2003 hingga 2006 dan setelah SLPHT tahun 2006.
Perbandingan Penggunaan Bahan organik dan an organik pada Praktek Budidaya Apel di Kelompok Tani Makmur Abadi
No
   
Uraian
   
< tahun 2003
   
2003 -
   
³ SLPHT 2006
1.
   
Pupuk organik cair
   
Tidak diberikan
   
Diberikan
   
Diberikan
2.
   
Pupuk organik padat
   
Tidak diberikan
   
Tidak diberikan
   
Diberikan 5 – 20 ton/ha
3.
   
Pupuk an organik NPK
   
± 2 kg  /pohon
   
± 1 kg/pohon (tidak mampu beli)
   
0 – 200 gr/ pohon
4.
   
Aplikasi pestisida
   
30 – 35 kali
   
20 – 30 kali
   
0 – 8 kali
5.
   
Aplikasi BC
   
Tidak
   
0 – 10 kali
   
10 –16 kali
6.
   
Aplikasi Trichoderma sp.
   
Tidak
   
Tidak
   
1 Lt untuk 1 ton pupuk organik
7.
   
Aplikasi Pf *)
   
Tidak
   
Tidak
   
1 Lt untuk 1 ton pupuk organik
8.
   
Aplikasi Beauveria
   
Tidak
   
Tidak
   
0 – 2 lt / ha
*) Pseudomonas flourescens


Perbandingan Alokasi Biaya Produksi dan Hasil Panen pada kebun Apel seluas 1,6 hektar saat berbuah Musim Penghujan

No
   
Uraian
   
 2004
   
2005
   
2006
   
2007
1.
   
Biaya beli pestisida (Rp.)
   
16.828.500
   
15.334.500
   
14.274.000
   
12.259.000
2.
   
Aplikasi pestisida *)
   
27 kali
   
25 kali
   
24 kali
   
21 kali
3.
   
Total Biaya (Rp.)

   
38.234.000
   
35.397.500
   
31.525.500
   
23.011.000
4.
   
Hasil panen (ton)
   
54,739
   
59,989
   
- **)
   
39 **)
5.
   
Hasil penjualan (Rp)
   
84.297.700
   
80.496.000
   
73.264.000
   
108.200.000
6.
   
B/C ratio
   
1.20
   
1.27
   
1.32
   
3.70
*) Termasuk yang menggunakan bubur california
**) dengan petik kebun
- data tidak lengkap

Dari data di atas nampak bahwa biaya total, biaya dan frekwensi penggunaan pestisida dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Penurunan biaya tertinggi terjadi pada tahun 2007, yaitu setelah pelaksanaan PHT. Tahun 2007, biaya pembelian pestisida lebih murah karena bahan yang digunakan 70 % adalah bubur california  dan pengendalian hama /penyakit dilakukan sesuai dengan prinsip PHT. Biaya total tahun 2007 sangat rendah dibandingkan tahun sebelumnya, karena sudah tidak menggunakan pupuk kimia NPK (an organik) dan biaya tenaga kerja dapat dihemat hingga 100 %.
B/C ratio tertinggi diperoleh pada tahun 2007, yaitu setelah penerapan PHT pada dua musim buah. Hal ini menunjukkan bahwa setelah SLPHT dan penerapan PHT di lahan usaha, kami mampu melakukan efisiensi biaya usaha yang sangat tinggi, dan kualitas buah yang dihasilkan jauh lebih baik sehingga harga jualnya juga tinggi.


KEGIATAN PENDUKUNG

1.      Kelembagaan Petani
Kegagalan petani dalam pemanfaatan teknologi seringkali terjadi akibat ketidak seimbangan antara kemampuan menerapkan teknologi dengan kemampuan menajemen usaha. Akibatnya manfaat teknologi menjadi tidak terasa. Berdasar pengalaman tersebut, kami merancang adanya kelembagaan usaha yang kuat, mengelola seluruh hamparan, dikelola secara profesional untuk menghasilkan buah apel yang jelas kualitas dan jumlahnya, dan mampu menetapkan harga jual petani. Saat ini, kami telah memiliki unit usaha produksi pupuk organik sebagai embrio kelompok usaha produksi buah apel. Serta pra koperasi yang membidangi kegiatan pemasaran. Harapannya, penjualan apel dapat dikontrol melalui koperasi, dan koperasi mampu membantu pemenuhan kebutuhan hidup petani sehingga tidak mengganggu proses produksi di lahan usaha.
2.      Mitra Kerja

    Paguyuban Petani Madani, sebagian petani menjadi anggota
    BIO Indonesia, Malang : kemitraan untuk teknologi dan sarana produksi pertanian organik dan penjaminan mutu produk.
    Lembaga Pemberdayaan Pertanian dan Pedesaan (LP3) Malang : kemitraan untuk bimbingan manajemen usaha ekonomi produktif.


PENUTUP
SLPHT Apel telah mampu menumbuhkan harapan bagi petani untuk meningkatkan pendapatannya. Penerapan PHT telah meningkatkan efisiensi dan efektifitas usahatani apel, memperbaiki kualitas dan menjaga agar tanaman apel terus berproduksi. Pemahaman terhadap agroekosistem, meyakinkan petani untuk menerapkan PHT secara berkelanjutan dalam hamparan yang luas, dan menuju pertanian organik.
Secara bertahap, penggunaan input kimiawi terus berkurang dan penggunaan bahan organik terus meningkatkan. Beberapa petani telah mulai memperbaiki (regenerasi) percabangan bahkan melakukan pangkas habis. Tanaman apel yang tidak sehat juga telah dibuang dari kebun, yang sekaligus untuk memperbaiki jarak tanam. Sehingga diharapkan muncul cabang atau batang pokok baru yang lebih sehat.
Perbaikan kualitas (kesehatan) tanah, tanaman, dan penerapan cara budidaya yang baik yang mengutamakan penggunaan bahan organik, agen hayati dan pelestarian musuh alami telah dilaksanakan pada beberapa lokasi. Jika hal ini terus dilakukan dan meluas pada seluruh hamparan maka kawasan apel organik akan dapat dicapai.
Namun, tahapan dan proses menuju pertanian organik harus dilalui dengan baik, agar memberikan pemahaman yang utuh terhadap bekerjanya suatu sistem kehidupan di kebun apel yang kemudian hasilnya dipetik. Harus selalu diingat untuk mampu mengendalikan jumlah yang boleh dijual dan berapa yang harus dikembalikan ke kebun.
Bantuan berbagai pihak untuk mendukung upaya petani melakukan efisiensi dalam usahatani hingga menerapkan sistem pertanian organik sangat dibutuhkan. Proses produksi dalam budidaya tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar, sehingga dukungan semua pihak (bidang pembangunan) yang sinergis sangat dibutuhkan. Secara khusus, perlu ada penghargaan dan kebanggaan tersendiri terhadap produk pertanian organik. Kepedulian seluruh elemen masyarakat dan pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan sektor pertanian merupakan faktor penting untuk mewujudkan tersedianya pangan yang sehat, cukup jumlahnya dan murah harganya. Sudah waktunya petani tidak lagi mensubsidi pangan masyarakat, agar kehidupan petani menjadi sejahtera.
Ucapan terima kasih, secara tulus kami sampaikan, khususnya kepada BPTPH Jawa Timur, Bpk Ir. Nasikin beserta jajarannya, petugas POPT setempat yang telah memungkinkan kami beserta kelompok tani kami, kembali memiliki harapan untuk mempertahankan apel batu dan berharap dapat kembali mewujudkan masa kejayaan petani apel seperti tahun 1980 an.

Referensi : http://budidayanews.blogspot.com

CARA BERTANAM JERUK


Pada saat sekarang jeruk (Citrus sp.) sudah banyak ditanam di daerah tropis maupun subtropis. Jeruk manis umumnya ditanam di daerah 20–40 LU, dan 20–40 LS, sedangkan di sekitar khatulistiwa dapat ditanam sampai ketinggian 2.000 m dari permukaan laut. Temperatur optimal pertumbuhannya antara 25–30oC.

Jeruk manis telah lama dikenal sebagai buah dengan rasa segar dan bergizi. Selain kaya vitamin dan mineral, buah ini juga mengandung serat makanan yang esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh normal. Dengan rasanya yang asam-asam manis, buah jeruk manis dapat dikonsumsi dalam berbagai bentuk, baik segar maupun dibuat sari buah / jus.

Buah jeruk yang semakin tua, kandungan gulanya semakin bertambah, tetapi kandungan asamnya makin berkurang. Buah jeruk manis yang langsung terkena sinar matahari akan mengandung gula lebih banyak, demikan juga kandungan vitamin C-nya. Asam amino adalah persenyawaan yang dapat menjadi struktur protein. Selama perkembangan buah, kandungan asam amino berubah-ubah secara kuantitatif dan kualitatif.

Wanita disarankan untuk mengkonsumsi buah ini karena kandungan lycopene yang ada di dalamnya dapat mencegah penyakit kanker payudara. Bagi ibu hamil, jeruk manis dapat mengurangi resiko bayi lahir cacat. Sedangkan bagi anak-anak, kandungan flavonoids di dalamnya dapat menjadi sel imun dan antibodi yang berguna untuk kekebalan tubuh agar tidak mudah terserah flu dan pilek. Oleh karena itu, sering-seringlah memberikan minuman jeruk peras pada anak Anda agar asupan vitamin yang ada dalam jeruk manis bisa terpenuhi. Sekedar informasi, jangan terlalu sering memberikan minuman jeruk manis instan kemasan kotak atau sachet karena mengandung bahan pewarna dan pengawet, yang bila terlalu sering dikonsumsi dalam jangka panjang akan menimbulkan sel kanker.

Cara Budidaya Jeruk Manis

1.Pemilihan Lokasi Pertanaman
a.Iklim

    Dapat ditanam di daerah antara 40_ LU- 40_ LS. Banyak terdapat pada daerah 20-40_ LU dan 20-40_ LS.
    Di daerah tropis, dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 650 m dpl.
    Di daerah katulistiwa dapat di tanam sampai ketinggian 2000 m dpl.
    Temperatur optimal 25-30_C.
    Sinar matahari sangat diperlukan untuk pertumbuhan jeruk sehingga jeruk manis yang ditanam di tempat terlindung pertumbuhannya kurang baik dan mudah terserang penyakit.

b. Tanah

    Ditanam pada berbagai jenis tanah mulai dari tanah berpasir sampai tanah liat berat. Paling baik pada bekas endapan sungai.
    Tanaman jeruk memerlukan cukup air terutama bila mulai berbunga, tetapi tidak tahan genangan, oleh karena itu drainase harus baik. _ pH tanah 5-6.

2. Cara Budidaya Jeruk
a. Perbanyakan tanaman

    Jeruk dapat diperbanyak dengan cara generatif maupun dengan cara vegetatif.

b. Jarak tanam

    Jeruk manis keprok siam 5 x 5 m.
    Jeruk manis valensia 6 x 6 sampai 8 x 8 m.

c. Pembuatan lubang tanam

    Air dari bambu atau kayu dipasang sesuai jarak tanam.
    Kemudian buat lubang dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm atau 60 x 60 x 60 cm.
    Pisahkan tanah lapisan atas (top soil) dan lapisan bawah (sub soil).
    Lubang sebaiknya dibuat pada musim kemarau.
    Lubang diisi dengan pupuk kandang _ 30 kg/lubang, dicampur dengan tanah lapisan atas dan diaduk, dibiarkan _ 2-4 minggu.

d. Penanaman

    Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan.
    Keranjang atau polibag bibit dibuka dengan hati –hati, usahakan agar tanah jangan pecah.
    Masukkan bibit pada lubang tanam.

e. Panen dan pasca panen

    Masa berbunga sampai menjadi buah masak sekitar 6-7 bulan tergantung varietas.
    Tanaman jeruk dapat berbuah setelah berumur 3 tahun dan buah paling banyak setelah umur tanaman lebih 5 tahun. Pemetikan buah dapat dilakukan menggunakan tangan atau gunting.


Referensi : http://agil-asshofie.blogspot.com/

BERTANAM BUNCIS


Tanaman buncis merupakan komoditi sayuran yang banyak di minati karena mengandung Zat Lignin, Enzym, Protease, Inhibitor, Potassium, Fosfor, Serat, dan Kalsium yang bermanfaat untuk melancarkan sistem pencernaan, menetralkan kadar gula dalam darah, mampu mengobati tukak lambung, dapat mencegah kanker lambung dan kanker ganas lainnya. Untuk itu, perlu di lakukan teknik atau cara khusus dalam BUDIDAYA BUNCIS HIBRIDA sehingga mampu menghasilkan produksi yang tinggi.

Persyaratan Tumbuh

Tipe tanah             :  lempung sampai lembung berpasir, subur, dan mengandung bahan organik.
pH tanah optimum  :  5,5 - 6,5.
Ketinggian tempat  :  100 - 1.000 m dpl.
Persyaratan lain      :  lokasi terbuka, mendapat sinar matahari, dan drainase air lancar.

Contoh Varietas

PERKASA
Buncis yang masih muda berwarna muda berwarna hijau telur bebek, berbentuk gilig atau silindris, dan berasa manis. Varietas ini memiliki ukuran panjang 12 - 15 cm diameter 0,5 - 0,7 cm. Bobot polong sekitar 7 - 15 gram. Varietas ini resisten terhadap penyakit karat daun. Panen awal bisa dilakukan ketika tanaman berumur 50 hari setelah tanam ( HST ). Potensi produksi 9 - 10 ton/ha.

LEBAT-1
Buncis yang masih muda berwarna hijau terang dan berbentuk silindris dengan ujung buah rancing. memiliki ukuran panjang 12 - 15 cm dengan diameter 0,5 - 0,7 cm. Bobot per polong sekitar 7 - 10 gram. Panen awal bisa dilakukan ketika tanaman berumur 60 HST. Potensi produksi sekitar 8 - 9 ton/ha.

Persiapan Lahan

Bersihkan gulma dan sisa-sisa tanaman sebelumnya.
Lakukan pengapuran jika pH tanah kurang dari 5,0. Gunakan kapur pertanian dengan jumlah minimum satu ton per hektare lahan.
Lakukan pembajakan atau pencangkulan untuk membalik dan memecah bongkahan tanah.
Buat dahulu bedengan sederhana dengan ukuran lebar bedengan 100 cm, lebar selokan 35 - 40 cm, dan tinggi bedenbgan 15 - 20 cm.
Lakukan aplikasi teknologi EMP l dengan dosis 2 liter Agrobost per 400 liter air untuk lahan seluas satu hektare. Usahakan sebelum aplikasi, lahan sudah dalam kondisi lembab atau basah. siram secara merata di sisi kiri dan kanan bedengan ( bakal baris tanaman ).
Sebar pupuk kandang secara merata di sisi kiri dan kanan bedengan. Aduk-aduk ke dalam tanah.
Sebar pupuk kimia dasar (SP-36 dan KCL) secara merata di sisi kiri dan kanan bedengan seperti penyebaran pupuk kandang. Aduk-aduk juga ke dalam tanah.
Timbun bedengan dengan tanah dari selokan. Timbunan tanah tipis saja, sekitar 5 cm. Dengan demikian tinggi bedengan menjadi 20 - 25 cm.
Minimum tiga hari setelah aplikasi teknologi EMP l, lakukan pemupukan dasar dengan standar dosis per hektare sebagai berikut.

No. Jenis Pupuk Pupuk Dasar Pupuk Susulan
I II III
1 Pupuk Kandang 5 ton - - -
2 Urea - 50 Kg 100 kg 50 g
3 SP-36 200 kg - - -
4 KCL 50 kg 50 kg 100 kg -
Waktu Aplikasi Sebelum tanam 20-25 HST 40-45 HST 60-65 HST

Penanaman

Pada Proses penanaman Buncis Hibrida, kita harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut.
Kebutuhan benih per hektare sebanyak 18 – 20 kg.
Jika kondisi lahannya kering, maka sebelum penanaman lahan perlu di siram hingga tanah terlihat lembap.
Menjelang penanaman, rendam benih dalam air selama 1 – 2 jam.
Buat lubang tanam sedalam 3 – 4 cm dengan menggunakan tugal.
Tugal biasanya di buat dari sepotong kayu berdiameter 5 – 6 cm yang ujungnya di buat lancip mengerucut.
Jarak tanam yang di gunakan adalah 25 – 30 cm untuk jarak dalam baris dan 60-65 cm untuk jarak antar – baris ( double row ).
Jumlah populasi per hectare sekitar 45.000 – 50.000 rumpun.
Tanam benih di lubang tanam yang sudah di siapkan. Setiap lubang diisi dua butir benih.
Timbun lubang dengan tanah, tipis saja setebal 1 – 2 cm.

Pemupukan Susulan

pada umur 15 – 20 hari setelah tanam (HST) atau 5 hari sebelum pemupukan susulan I, aplikasikan teknologi EM4 II dengan dosis 1,5 liter EM4 per 400 liter air.
Semprotkan larutan EM4 II ke permukaan tanah sekitar tanaman.
Pada umur 20 – 25 HST, lakukan pemupukan kimia susulan I. Caranya, campurkan urea 50 kg dan KCL 50 g per hectare.
Buat lubang menggunakan tugal atau buat alur diantara tanaman ( jarak 6 – 8 cm dari pokok tanaman ), lalu taburkan pupuk kedalamnya.
Tutup kembali lubang atau alur menggunakan tanah.
Untuk memperoleh hasil yang maksimal dan mencegah penyakit bisa di tambahkan Calsium MULTI-CAL dengan dosis 5 sendok per 14 liter air.
Pada umur 35 – 40 HST atau 5 hari sebelum pemupukan kimia susulan II, aplikasikan teknologi EM4 III dengan dosis 1,5 liter EM4 per 400 liter air.
Semprotkan ke permukaan tanah sekitar tanaman denga jarak 7 – 10 cm dari pokok tanaman.
Pada umur 40 – 45 HST, lakukan pemupukan kimia susulan II. Caranya campurkan urea 100 kg dan KCL 100 kg per hectare.
Buat lubang menggunakan tugal atau buat alur di antara tanaman ( jarak 10 – 12 cm dari pokok tanaman ) lalu taburkan pupuk ke dalamnya.
Tutup kembali lubang menggunakan tanah.
Untuk memperoleh hasil yang maksimal dan mencegah penyakit bisa di tambahkan Calsium MULTI-CAL dengan dosis 5 sendok per 14 liter air.
Pada umur 60-65 HST, lalkukan pemupukankimia susulan III menggunkana Urea 50 – 100 kg per hectare, tergantung pada kondisi tanaman.
Cara aplikasinya sama dengan pemupukan kimia susulan II.
Penting !!!
" Aplikasi teknologi EM4 tidak boleh bersamaan dengan aplikasi pupuk kimia dan pestisida, tetapi harus di beri jeda waktu paling cepat tiga hari.
Sebaiknya EM4 dahulu, baru pupuk kimia. Usahakan sebelum aplikasi EM4, tanah dalam keadaan lembab atau segera lakukan penyiraman setelah aplikasi EM4."

Pemeliharaan Tanaman

Pemasangan Ajir Rambatan.
Siapakan ajir rambatan yang di buat dari bilah bambudengan ukuran panjang 225 – 250 cm dan tebal 1,0 – 1,5 cm.
Setelah tanaman tumbuh, sekitar umur 10 – 15 HST, segera pasangkan ajir dengan cara memancapkannya di samping pokok tanaman.
Satukan setiap empat ajir di bagian ujungnya, dua di baris kiri dan dua di baris kanan, kemudian ikat dengan tali.
Seiring dengan pertumbuhannya tanaman akan merambat dengan sendirinya. Jika ada yang merambat ke permukaan tanah, langsung lilitkan ke ajir.

Sanitasi Lingkungan
Lakukan penyiangan gulma dan rumput di sekitar tanaman, termasuk di selokan.

Pengairan
Efektivitas pemupukan sangat tergantung pada kondisi kelembapan tanah.
Pada dasarnya pupuk yang di berikan ke dalam tanah akan terurai menjadi kation dan anion yang larut dalam larutan air tanah(atau di sebut unsur hara tersedia).
Bersamaan dengan penyerapan air oleh akar melalui proses fisiologi, maka unsur hara tersedia tersebut terserap oleh tanaman.
Bisa di bayangkan jika kondisi tanah di zona perakaran kering, berapapun jumlah pupuk yang di berikan ke dalam tanah tidak akan maksimal terurai.
Pada musim kemarau, lakukan penyiraman atau pengairan untuk menjaga kelembapan tanah .
Sebaliknya pada musim hujan, perhatikan saluran drainase agar air lancar mengalir dan tidak ada air yang menggenang di selokan.

Hama dan Penyakit Dominan pada Tanaman Buncis

Ulat Perusak Daun ( Spedoptera litura, Plusia calchites, dan Piezodorus sp. )
ketiga jenis ulat ini sering menyerang dengan cara memakan daunnya. Srangga Spodoptera litura lebih dominan dari pada kedua jenis lainnya.
Pada tingkat serangan parah, daun buncis bias dimakan habis.
Pencegahan :
Lakukan sanitasi lahan dengan benar.
Pasang perangkap kupu – kupu di beberapa tempat.
Balurkan perangkap kupu – kupu yang berbentuk lem, seperti Cherry Glue dan Glumon,menggunakan kuas ke botol bekas air mineral atau potongan pipa PVC.
Pemberantasan :
Jika di temukan telur-telurnya yang biasa menempel di balik daun, segera pungut, kemudian gerus dan kubur.
Jika serangan sudah tingkat yang parah, semprotkan insektisida yang tepat. Patuhi anjuran dosis sesuai yang tertera di label kemasan.
Insektisida yang bisa di gunakan diantaranya Metido 25 WP, Prevaton 250 EC, Decis 2,5 EC, Sumo 50EC, Buldok 25 EC.

Tips : “ Waktu yang efektif untuk melakukan penyemprotan “
Waktu penyemprotan yang efektif antara pukul 08.00 – 11.00 atau pukul 15.00 – 18.00 yakni ketika turgor ( kandungan air tanaman ) tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Jika turgor tanaman dan kelembapan udara terlalu tinggi, maka dosis yang sebelumnya tepat akan menjadi rendah, sehingga tidak mempan. Sebaliknya, jika turgor tanaman terlalu rendah dengan terik tinggi, maka dosis yang semula tepat akan menjadi tinggi, sehingga ada kemungkinan terjadi efek terbakar oleh pestisida.

Ulat Penggulung Daun ( Lamprosema indicate )
Perilaku ulat ini suka memakan daun, kemudian menggulung sebagai tempat perkembangan metamorfosisnya sebagai kepompong.
Pencegahan :
Lakukan sanitasi lahan dengan benar.
Pasang perangkap kupu-kupu di bebrapa tempat.
Pemberantasan :
Jika tanaman buncis sudah terserang hama ini, segera semprot menggunakan insektisida yang tepat.
Beberapa insektisida yang bisa di gunakan adalah Detacron 500 EC, Curacron 500 EC, Profile 450 EC.
Gunakan sesuai dosis anjuran yang tertera di label kemasan.

Ulat penggerek Polong ( Etialla zinckenella )
Ulat ini suka menggerek polong dengan cara melubangi kulit polong serta memakan daging buah dan biji-biji muda yang ada di dalamnya.
Serangan yang hebat menyebabkan kualitas hasil panen menurun drastis.
Pencegahan :
Lakukan sanitasi lahan yang benar.
Pasang perangkap kupu-kupu di beberapa tempat .
Balurkan perangkap kupu – kupu yang berbentuk lem, seperti Cherry Glue dan Glumon,menggunakan kuas ke botol bekas air mineral atau potongan pipa PVC.
Pemberantasan :
Jika ditemukan gejala serangan, segera lakukan penyemprotan insektisida yang tepat.
Insektisida yang bisa digunakan di antaranya Proclim 5 SG, Decis 25 EC, dan Buldok 25 EC. Gunakan dosis sesuai anjuran yang tertera di label kemasan.

Penyakit Karat Daun ( Uromyces sp. )
Karat daun tergolong penyakit yang harus “ diperhitungkan “, karena sering sekali menyerang tanaman kacang-kacangan.
Gejala penyakit ini ditandai dengan adanya bercak cokelat melebar mengikuti tulang daun. Selanjutnya, berkembang semakin melebar dan daun mengering.
Pencegahan :
Lakukan sanitasi lahan dengan teratur
Perbaiki saluran drainase ketika musim hujan tiba.
Pemberantasan :
Jika gejala awal sudah muncul, segera semprot dengan fungisida yang tepat.
Beberapa fungisida yang bisa di gunakan adalah Score 250 EC, Previcur N 722 SL, Chocrick 25 WP, Topsin M 40 WP, Topsindo 40 WP.
Untuk memperoleh hasil yang maksimal dan membentuk antibodi bisa di tambahkan Calsium MULTI-CAL dengan dosis 5 sendok per 14 liter air.

Panen dan Pascapanen

Panen buncis bisa dimulai pada umur 50 - 55 HST.
Lakukan pemanenan pada polong yang muda, tetapi ukuranya sudah maksimal. ciri-ciri polong muda di antaranya warna masih hijau muda, segar, dan belum berserat.
Kumpulkan hasil panen di tempat yang teduh.
Lakukan sortasi untuk memisahkan polong menjadi beberapa grade sebagai berikut.
Grade A untuk polong yang bentuknya relatif lurus dan sehat
Grade B-C untuk polong yang bentuknya abnormal dan bengkok, tetapi sehat.
Grade D untuk polong yang terserang hama dan penyakit.
Polong yang termasuk grade A selanjutnya di susun rapi dalam boks untuk memenuhi permintaan pasar supermarket.
Polong yang termasuk grade B - C bisa di kemas ke dalam karung untuk memenuhi permintaan pasar tradisional.
Sisanya, yaitu polong yang terserang hama dan penyakit merupakan produk akpir.